--> Skip to main content

Implementasi 7 Waste di Restoran

7 Waste atau 7 Pemborosan pertama kali diperkenalkan oleh tuan Taiichi Ono dari Jepang yang bekerja untuk perusahaan Toyota dan diperkenalkan dalam sistem produksi yang disebut Toyota Production System (Wikipedia).

Saat ini 7 Waste telah diadopsi oleh berbagai perusahaan di seluruh dunia, terutama dalam hal pengendalian biaya (cost control).

7 Waste merupakan sebuah Framework atau Kerangka Kerja yang terdiri dari 7 Aspek yaitu:

  1. Waste of Transportation
  2. Waste of Inventory
  3. Waste of Movement
  4. Waste of Waiting
  5. Waste of Over Production
  6. Waste of Over Processing
  7. Waste of Defect

Untuk memudahkan dalam mengingat, kita bisa menyebut 7 Aspek di atas dengan singkatan TIMWOOD.

Implementasi 7 Waste di Restoran

1. Transportation (Transportasi)

Transportasi tidak mengubah bentuk benda atau menambah nilai barang. Ada potensi kerusakan dan bahkan kehilangan barang pada setiap aktivitas transportasi. Untuk itu aktivitas transportasi yang kurang diperlukan harus dihilangkan.

Contoh implementasi:

- Letak gudang harus berdekatan dengan kitchen dan bar sehingga tidak perlu ada transportasi barang baik dengan atau tanpa alat bantu.

- Letak Dishwasher harus berdekatan dengan Dinning Room sehingga tidak perlu ada transportasi peralatan saji kotor setelah proses clear up ke Dishwasher.

2. Inventory (Persediaan)

Persediaan atau stok dapat memakan/mengendapkan modal, berpotensi rusak, memakan tempat dan mengkonsumsi listrik.

Semakin banyak persediaan, maka potensi pemborosan semakin besar. 

Contoh implementasi:

- Membeli bahan baku hanya untuk kebutuhan satu hari operasional restoran berdasarkan proyeksi kebutuhan yang tepat.

- Mengupayakan bahan baku buah dan sayur habis sebelum closing/tutup restoran.

3. Movement (Pergerakan)

Setiap pergerakan pekerja atau barang yang tidak diperlukan merupakan sebuah pemborosan waktu dan energi yang mengurangi produktivitas.

Contoh implementasi:

- Membuat segala sesuatu mudah dijangkau tanpa perlu jinjit, naik tangga, melompat, atau berjalan jauh.

- Menaruh bahan atau peralatan yang sejenis atau satu kelas dalam satu station sehingga tidak harus bolak balik untuk mengambilnya.

4. Waiting (Menunggu)

Setiap kondisi menunggu adalah sebuah pemborosan, seperti menunggu/diamnya pekerja karena belum ada pekerjaan atau rusaknya suatu peralatan yang menghambat proses produksi.

Contoh implementasi:

- Membuat list/daftar pekerjaan yang harus dikerjakan oleh member/crew restoran mulai dari preparetion, operation hingga closing. Dengan cara ini semua member bisa mengetahui apa saja yang harus dikerjakan tanpa menunggu perintah leader/pimpinan.

- Segera perbaiki mesin atau peralatan yang rusak sekaligus membuat jadwal maintenance peralatan secara berkala.

5. Over Production (Produksi yang Berlebihan)

Produksi yang berlebihan dapat diartikan bahwa satu atau beberapa produk dibuat melebihi kebutuhan/permintaan konsumen.

Produksi yang berlebihan menyebabkan produk menjadi rusak bahkan terbuang sehingga menjadi pemborosan dan menjadi salah satu penyumbang terbesar biaya.

Contoh implementasi:

- Hanya memasak/memproduksi produk yang dipesan konsumen.

- Jika terpaksa prepare produk untuk antisipasi keramaian, siapkanlah produk maksimal 60% dari proyeksi keramaian.

6. Over Processing (Proses yang Berlebihan)

Proses yang berlebihan terjadi karena Standart Operating Procedure (SOP) yang diabaikan.

Proses yang berlebihan bisa berdampak pada produk dan mesin.

Contoh dampak pada produk bisa berupa kondisi produk yang gosong, terlalu encer, terlalu halus dan terlalu matang. Sedangkan dampak pada mesin bisa menyebabkan mesin menjadi terlalu panas dan rusak.

Contoh implementasi:

- Melakukan retraining atau pelatihan kembali untuk menyegarkan ingatan karyawan terhadap semua SOP secara berkala.

- Mengadakan tes tulis dan wawancara untuk mengetahui pemahaman karyawan terkait SOP

7. Defect (Kerusakan)

Setiap kerusakan yang terjadi pada bahan baku atau peralatan merupakan sebuah pemborosan yang harus dihindari.

Kerusakan umumnya terjadi karena 2 faktor utama, yaitu kurangnya kompetensi pekerja/karyawan dalam melakukan pekerjaan dan SOP yang dilanggar/diabaikan.

Contoh implementasi:

- Tidak menyerahkan pekerjaan penting/krusial kepada karyawan yang masih baru atau karyawan training.

- Melakukan evaluasi harian dan mingguan terhadap pelaksanaan SOP.

Demikian artikel implementasi 7 Waste di restoran yang dapat kami tuliskan untuk pembaca Restofocus.

Semoga bermanfaat.

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda. Komentar yang berisi tautan dan hal-hal yang terkait SARA tidak akan ditampilkan.
Buka Komentar
Tutup Komentar