--> Skip to main content

Karyawan, Mitra Kerja, atau Babu?

Dalam menerapkan IQS (Internal Quality Service), kita tidak hanya memberikan kesejahteraan kepada karyawan secara materi, seperti kenaikan gaji, aneka tunjangan dan fasilitas. Lebih dari itu, IQS sejatinya dapat memberikan kenyamanan dalam bekerja yang lebih bisa dirasakan secara psikis, sesuatu yang membuat karyawan merasa nyaman, dihargai dan dilibatkan.

Di artikel ini, saya ingin berbagi pengalaman dengan pembaca Restofocus mengenai betapa pentingnya IQS di restoran. Saya pribadi pernah bekerja di beberapa restoran, di mana terdapat perlakuan berbeda yang saya rasakan dari masing-masing manajemen restoran, termasuk dari sang pemilik (owner) restoran.

Saya pernah berada di sebuah restoran dengan IQS yang sangat baik. Di restoran ini, manajemen restoran menyebut karyawan mereka sebagai mitra kerja. Sungguh sebuah sebutan yang siapa pun akan menyukainya dan menjadi merasa penting karenanya.

Sebutan mitra kerja di restoran ini tidaklah hanya manis di bibir lain di hati. Semua hal yang berkaitan dengan karyawan memang terasa sangat diperhatikan. Tidak hanya jenjang karir, gaji, tunjangan, dan asupan gizi, tapi juga pengembangan kemampuan dan wawasan karyawan, serta hal-hal psikis yang amat sangat bisa dirasakan.


Hal-hal psikis yang saya maksud seperti misalnya, saat sang pemilik restoran datang berkunjung, beliau lah yang dengan penuh antusias menanyakan kabar para karyawan dan menyalaminya satu per satu. Saat diadakan acara meeting dan snack dibagikan, maka snack dibagikan dari belakang lalu ke depan. Dengan begitu, semua karyawan harus dapat snack lebih dulu baru kemudian para pemimpin/atasan yang berada di depan. Jadi, jika snack tidak cukup, maka para pemimpin di depan lah yang tidak kebagian.

Restoran dengan IQS sangat baik ini menjadi restoran yang sangat dicintai karyawannya. Banyak karyawan yang telah mengabdikan dirinya hingga lebih dari sepuluh tahun. Cincin pengabdian dari manajemen banyak melingkar di jari para karyawan; mitra kerja mereka. Suatu hal yang menurut hemat saya sangat luar biasa!

Sebaliknya, saya juga pernah berada di sebuah restoran dengan IQS yang buruk. Di restoran ini, pemiliknya bahkan bisa menyebut karyawannya sebagai babu. Rasa saling menghargai pun akhirnya hilang sama sekali. Pemilik tak menghargai karyawan, dan akhirnya, karyawan pun tak menghargai pemilik.

Jika sudah seperti ini, bagaimana sebuah kerja sama yang baik akan terwujud? bagaimana karyawan mau dengan sungguh-sungguh bekerja demi mencapai visi misi perusahaan? bagaimana karyawan melekatkan sense of belonging terhadap perusahaan dalam dirinya?

Tak aneh jika di restoran kedua ini, turn over karyawannya sangat tinggi disebabkan kenyamanan psikis yang tak dirasakan karyawan. Hal ini menjadi hambatan serius bagi restoran untuk berkembang, karena ia terus kehilangan dan kekurangan karyawan.

Pembaca budiman, dari dua restoran ini kita bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga tentang betapa pentingnya IQS, yang ternyata bisa menjadi salah satu kunci maju dan mundurnya sebuah perusahaan/restoran.

Demikian artikel tentang karyawan, mitra kerja, atau babu? semoga bermanfaat.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda. Komentar yang berisi tautan dan hal-hal yang terkait SARA tidak akan ditampilkan.
Buka Komentar
Tutup Komentar