--> Skip to main content

Pekerjaan di Restoran dan Idealisme

Saya pernah merekrut seorang tenaga maintenance untuk sebuah restoran. Di hari pertama dan kedua, karyawan baru yang saya tugaskan sebagai staff maintenance ini bekerja dengan baik. Ia memperbaiki beberapa blender yang rusak serta lampu penerangan di beberapa ruangan restoran. Namun di hari ketiga, ia tak masuk kerja tanpa memberi kabar. Saya meminta Kasir dan Captain Service untuk mencoba menghubunginya. Namun tak ada hasil. Di hari keempat, ia juga tak hadir. Hingga saya berkesimpulan, ia mengundurkan diri.

Saya juga pernah merekrut seorang Chef dan memberinya gaji yang cukup besar. Saya sempat memintanya untuk melakukan test food untuk menguji kemampuannya dalam memasak. Kira-kira selama seminggu ia masuk kerja dan melakukan tugas yang saya berikan, yaitu membuat beberapa menu chinese food yang sedianya akan menjadi menu unggulan di restoran. Namun, hari berikutnya Chef tersebut tidak masuk kerja dan  mengirimkan pesan singkat ke handphone saya, menyatakan bahwa ia mundur dari jabatannya sebagai Chef dan meminta maaf.


Mengalami dua kejadian di mana karyawan pergi meninggalkan pekerjaan dengan kurang bertanggung jawab, saya tentu tidak ingin hal tersebut kembali terulang. Saya tidak ingin menghabiskan waktu dan energi untuk orang yang hanya ingin bermain-main. Saya mencoba mengingat saat-saat saya merekrut keduanya. Dan ternyata, ada sebuah kesamaan yang saya temukan dari keduanya saat sesi interview, yaitu idealisme. Sebuah idealisme yang bisa dikatakan terlalu tinggi.

Idealisme sebenarnya adalah hal yang baik, namun jika idealisme itu terlalu tinggi, bahkan lebih tinggi dari tanggung jawab, maka idealisme itu akan membuat seseorang merasa tidak pas, tidak nyaman dalam bekerja dan akhirnya meninggalkan pekerjaannya.

Seperti misalnya sang Maintenance dan Chef yang saya ceritakan di atas, sang Maintenance adalah orang yang sangat menginginkan untuk bekerja dengan peralatan (tool set) maintenance yang lengkap dan sang Chef menginginkan dapat bekerja di kitchen restoran dengan semua peralatan standar seperti saat ia bekerja di tempat terakhirnya bekerja dulu. 

Keduanya tidak bisa menerima kondisi tempat barunya bekerja. Menginginkan segalanya ideal seperti yang mereka inginkan. Faktanya, banyak hal yang tidak atau belum sesuai dengan apa yang diharapkan saat mereka mendapatkan pekerjaan baru, dan itu semua membuat mereka merasa tidak nyaman lalu memilih pergi sebelum perbaikan dimulai dan mereka mendapatkan apa yang diinginkan, baik tool set maupun peralatan masak standar yang canggih dengan harga mahal.

Hal ini menjadi salah satu point penting dalam melakukan rekrut karyawan di restoran. Orang yang memiliki banyak pengalaman atau portofolio yang hebat tidak selalu merupakan orang-orang terbaik untuk dipekerjakan. Apalagi jika sang pelamar memiliki idealisme yang terlalu tinggi, sebaiknya segera hentikan interview dan beralihlah ke pelamar kerja yang lain.

Demikian artikel tentang pekerjaan di restoran dan idealisme. Semoga bermanfaat.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda. Komentar yang berisi tautan dan hal-hal yang terkait SARA tidak akan ditampilkan.
Buka Komentar
Tutup Komentar